Subulussalam, teropongbarat.co — Kisruh antara masyarakat adat dan PT Laot Bangko terkait Hak Guna Usaha (HGU) sawit di wilayah Kota Subulussalam, Provinsi Aceh, kembali memanas. Komunitas masyarakat adat dari Kemukiman Penanggalan, Pertaki Jontor, hingga warga transmigrasi SKPC menyatakan penolakan tegas terhadap perpanjangan dan perluasan HGU perusahaan tersebut.
Aksi penolakan dilakukan secara terbuka dalam bentuk pernyataan sikap bersama dan pemasangan spanduk-spanduk di sejumlah titik perbatasan lahan. Masyarakat menuding PT Laot Bangko telah merambah wilayah adat dan kawasan yang selama ini menjadi sumber penghidupan mereka tanpa persetujuan yang sah.
“Kami bukan anti-investasi, tapi kami tolak perampasan tanah adat. HGU PT Laot Bangko cacat prosedur dan melanggar hak kami sebagai masyarakat hukum adat,” tegas Ramli Berutu, tokoh adat dari Penanggalan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Perusahaan Dinilai Tak Transparan
Sejumlah perwakilan warga menyebutkan bahwa proses pengajuan perpanjangan HGU tidak pernah melibatkan masyarakat secara partisipatif. Mereka juga mempertanyakan keabsahan peta bidang HGU yang ditengarai tumpang tindih dengan wilayah pemukiman, ladang produktif, dan tanah adat.
“Kita sudah minta Pemko Subulussalam dan BPN buka data HGU secara resmi, tapi sampai hari ini tidak ada keterbukaan,” ujar Ketua komunitas masyarakat adat Pertaki Jontor, Asri Tinambunan.
Tuntutan: Audit Independen dan Moratorium
Masyarakat bersama jaringan pendamping dari LSM lingkungan dan agraria menuntut agar pemerintah melakukan audit independen atas seluruh proses perizinan HGU PT Laot Bangko, serta menghentikan segala bentuk aktivitas perusahaan di lahan yang masih bersengketa, termasuk pembuatan paret gajah.
Dalam pernyataannya, Koalisi Rakyat Peduli Lahan (KRPL) mendesak Presiden RI dan Komnas HAM turun tangan, mengingat konflik ini sudah berlangsung lebih dari satu dekade dan berpotensi memicu konflik horizontal.
Pemerintah Daerah Didesak Bersikap Tegas
Hingga berita ini diturunkan, Pemerintah Kota Subulussalam belum memberikan tanggapan resmi. Namun, sumber internal menyebutkan Wali Kota H. Rasyid Bancin tengah mempertimbangkan pembentukan tim khusus untuk mediasi dan verifikasi data HGU yang disengketakan.
Kisruh lahan antara korporasi sawit dan masyarakat adat bukan hanya soal batas wilayah, tapi juga soal keadilan, identitas, dan keberlanjutan ruang hidup. Teropongbarat.co akan terus mengawal isu ini hingga terang benderang.
(Tim Investigasi)
🛑 #SaveTanahAdat #TolakHGULaotBangko