Izin belum lengkap, tapi usaha jalan terus. Di balik rapat tertutup dan CSR bus sekolah, terendus aroma barter politik antara pejabat dan perusahaan sawit.
Laporan Investigasi teropongbarat.co. | Di sebuah ruang rapat tertutup awal September lalu, sejumlah pejabat Pemerintah Kota Subulussalam disebut tengah membahas nasib izin lingkungan milik PT Mandiri Sawit Bersama II (PT MSB II) — perusahaan pengolahan kelapa sawit (PMKS) yang kini menjadi sorotan publik.
Namun rapat itu meninggalkan tanda tanya besar. Di tengah belum rampungnya izin Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), perusahaan tersebut justru tetap beroperasi tanpa hambatan berarti.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Yang penting amankan dulu masyarakat yang ribut, agar perusahaan bisa jalan,” ujar seorang sumber internal, mengutip pernyataan Wali Kota Subulussalam H. Rasyid Benci (HRB) dalam sebuah pertemuan informal.
Ucapan itu kini menjadi potongan penting dalam mozaik dugaan kongkalikong politik dan perizinan bisnis sawit yang menyeret nama pejabat di lingkaran pemerintahan kota. Sejumlah sumber menyebut, orang dekat wali kota diduga berperan langsung melobi sejumlah instansi untuk melancarkan rekomendasi (SP baru) bagi mitra perusahaan tersebut.
Izin Belum Lengkap, Tapi Produksi Jalan
Ketika tim Mitrapolda.com mencoba menelusuri status izin, Kepala Bidang Teknik Dinas PUPR Kota Subulussalam menegaskan bahwa hingga kini PT MSB II belum pernah mengajukan permohonan IMB.
Pernyataan itu dikuatkan oleh Plt. Kepala Dinas PUPR, Irman, ST, yang mengaku telah berulang kali menyurati pihak perusahaan.

> “Sudah beberapa kali kami kirim surat agar mereka melengkapi izin, tapi tak pernah direspons,” ujar Irman.
Dari hasil penelusuran, PT MSB II juga belum menuntaskan izin AMDAL serta izin operasional penuh dari instansi teknis lain. Namun, aktivitas di lapangan tetap berlangsung bahkan disebut makin ekspansif — termasuk penambahan lahan olahan dan pembukaan akses baru menuju pabrik.
Beberapa warga di sekitar lokasi perusahaan di wilayah Sultan Daulat mengaku heran.
“Katanya izin belum lengkap, tapi jalan terus. Sekarang malah mau kasih bus sekolah ke pemerintah kota,” ujar seorang tokoh masyarakat setempat.
Bus sekolah yang disebut bagian dari program CSR (Corporate Social Responsibility) itu justru memunculkan dugaan baru: apakah program CSR tersebut merupakan bagian dari “taktik barter politik” untuk melancarkan rekomendasi dan izin usaha?
Rekomendasi Misterius dan Jejak ‘Tengku’ dari Aceh Selatan
Dugaan makin kuat setelah muncul nama seorang pengusaha asal Aceh Selatan, dikenal dengan sapaan “Tengku”, yang disebut membawa masuk dokumen SP baru (Surat Penunjukan) untuk kepentingan distribusi bahan baku PT MSB II.
Menurut seorang sumber internal berinisial ER, SP itu tidak datang begitu saja.
“SP itu hasil rekomendasi rahasia wali kota. Tapi waktu saya konfirmasi lagi, mereka bilang jangan dinaikkan beritanya karena SP itu milik bos besar,” ujar ER.
Informasi lain menyebut, negosiasi dilakukan dengan halus memakai nama perusahaan dari luar daerah. “Ada semacam barter: rekomendasi diganti dengan jaminan kelancaran izin,” ujar seorang sumber lain yang turut hadir dalam pertemuan itu.
Yang mengherankan, sejumlah pelaku usaha lokal di Subulussalam justru mengaku tidak pernah diberi kesempatan yang sama untuk menjadi rekanan pemasok bahan baku ke PT MSB II.
“Kami sudah ajukan proposal resmi, tapi ditolak tanpa alasan. Yang dari luar malah cepat diterima,” ungkap seorang pengusaha lokal yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Bayangan Fee dan Politik Balas Jasa
Dari keterangan beberapa pihak yang dihimpun tim investigasi, muncul dugaan bahwa orang dekat wali kota berperan sebagai perantara antara perusahaan dan pejabat kota. Melalui jalur inilah isu persenan (fee) dari proyek SP baru mencuat.
“Ada yang bilang, kalau SP sudah keluar, nanti ada bagian untuk pihak tertentu. Tapi siapa yang atur, kami tidak tahu pasti,” ujar sumber internal perusahaan.
Pola seperti ini bukan hal baru dalam lingkup perizinan daerah. Sebuah proyek bisa melenggang sebelum dokumen rampung, asalkan “jalur politiknya” terbuka lebar.
Dalam kasus PT MSB II, dugaan itu terlihat jelas dari sinkronisasi cepat antara munculnya SP baru dan pemberian CSR kepada Pemko Subulussalam.
Pemerintah Bungkam, Publik Bertanya
Hingga laporan ini diterbitkan, Pemerintah Kota Subulussalam belum memberikan klarifikasi resmi.
Tim Mitrapolda.com telah mengajukan permintaan wawancara kepada Wali Kota HRB dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup, namun keduanya belum memberikan tanggapan.
Sementara itu, manajemen PT MSB II juga menolak berkomentar, dengan alasan “masih berkoordinasi dengan pihak pusat.”
Di tengah kebisuan itu, publik justru semakin gelisah.
“Kalau izin belum lengkap, kenapa bisa operasi? Siapa yang lindungi?” ujar seorang warga Pegayo, Kecamatan Simpang Kiri.
Pertanyaan itu kini menjadi gema di ruang publik Subulussalam.
Bagaimana mungkin sebuah perusahaan yang belum menuntaskan izin AMDAL dan IMB dapat beroperasi bebas? Apakah benar ada barter rekomendasi dan fasilitas politik di balik kelancaran itu?
Penelusuran Berlanjut
Tim investigasi teropongbarat.co. saat ini tengah menelusuri bukti tambahan berupa salinan surat rekomendasi, rekaman percakapan, dan dokumen CSR yang diduga menjadi “imbalan politik” atas kelancaran izin PT MSB II.
Hingga ditemukan bukti otentik, publik berhak tahu sejauh mana kekuasaan dijalankan untuk kepentingan bersama — atau justru untuk kepentingan segelintir pihak. Investigasi ini akan terus berlanjut.
🧾 Reporter: Tim Investigasi Teropongbarat.co.Ipong-antontin
📍 Lokasi: Subulussalam, Aceh
📅 Tanggal: Oktober 2025






















