Subulussalam – Penanganan dugaan kasus korupsi dana hibah yang diberikan kepada Panwaslih Kota Subulussalam kian menunjukkan keseriusan dari Kejaksaan Negeri Subulussalam. Setelah memeriksa sejumlah pejabat struktural di lingkungan Pemerintah Kota Subulussalam, kini giliran Sekretaris Daerah Kota Subulussalam, H. Sairun, yang dimintai keterangan oleh tim penyidik Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejari.
Pemeriksaan ini menjadi bagian dari langkah pendalaman terhadap proses pencairan dan penggunaan dana hibah senilai Rp4 miliar yang disalurkan untuk mendukung pelaksanaan pengawasan Pilkada. Pemanggilan pejabat setingkat Sekda diduga berkaitan dengan peran strategisnya sebagai Ketua Tim Anggaran Pemerintah Kota (TAPK), sehingga keterangannya dianggap penting dalam menelusuri alur kebijakan, persetujuan administratif, serta mekanisme penyaluran dana yang diduga menyimpang.
Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Subulussalam, Anton Susilo, SH, membenarkan bahwa Sekdako Sairun beserta Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kota Subulussalam, Khairunas, SE, telah memberikan keterangan resmi. Dari penjelasannya, dana hibah tersebut memang ditetapkan melalui TAPK untuk diberikan kepada Panwaslih, sedangkan administrasi anggaran berada dalam DPA Kesbangpol. Namun begitu, pengelolaan dana setelah pencairan berada sepenuhnya di tangan Panwaslih.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Anton mengungkapkan bahwa penyelidikan masih berfokus pada pembuktian prosedur dan pertanggungjawaban anggaran. Jika nanti hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Aceh menyimpulkan adanya kerugian negara, maka peningkatan status perkara ke tahap penyidikan dan penetapan tersangka menjadi langkah yang tidak bisa dihindari. Menurutnya, seluruh proses akan dilakukan secara objektif, tanpa intervensi atau toleransi terhadap praktik korupsi.(21/10).
Perhatian publik terhadap perkara ini semakin meningkat setelah Kejari Subulussalam juga mulai mengusut perkara dugaan korupsi Dana Desa di Gampong Bukit Alim, Kecamatan Longkib. Kedua kasus tersebut awalnya dilaporkan secara lisan oleh dua lembaga swadaya masyarakat, yakni LSM Suara Putra Aceh dan LSM Aliansi Peduli Indonesia (API), kemudian mwnyurati kejaksaan yang menilai terdapat dugaan penyimpangan sistematis dalam pengelolaan anggaran negara.
Pimpinan LSM Suara Putra Aceh, Antoni Tinendung, menyampaikan bahwa pihaknya telah menyerahkan dokumen serta data awal kepada kejaksaan. Menurutnya, terdapat pola penyalahgunaan anggaran yang tidak hanya merugikan negara secara material, tetapi juga mencederai kepercayaan publik terhadap lembaga penyelenggara negara di tingkat lokal.
Kasi Pidsus Kejari Subulussalam juga menampik adanya upaya kompromi atau penyelesaian secara diam-diam dalam kasus ini. Ia memastikan bahwa penanganan perkara berjalan secara prosedural, menunggu hasil resmi perhitungan kerugian negara dari BPKP. Keterangan ini diperkuat oleh pernyataan Kasi Intel Kejari yang menyebut bahwa kedua kasus tersebut ditangani secara simultan, tanpa adanya pemisahan fokus atau pengistimewaan terhadap pelaku.
Sementara itu, masyarakat sipil yang diwakili oleh Adi Subandi, salah satu pimpinan LSM API, mendesak Kejaksaan Negeri Subulussalam untuk bergerak cepat menetapkan tersangka. Ia menilai ketegasan aparat penegak hukum dalam waktu dekat sangat penting sebagai bukti bahwa hukum berjalan tanpa pandang bulu. Subandi menekankan bahwa anggaran yang diselewengkan merupakan uang rakyat, sehingga siapa pun yang terlibat harus dimintai pertanggungjawaban di hadapan hukum.
Selain dua kasus utama tersebut, Kejari Subulussalam saat ini juga sedang menangani proses penyelidikan lanjutan terhadap kasus mafia tanah di Longkib, dengan fokus pada praktik manipulasi dokumen, klaim ganda kepemilikan tanah, serta potensi penyerobotan lahan milik negara. BPKP turut dilibatkan untuk mengarahkan langkah inventarisasi ulang terhadap ratusan hektare lahan yang diduga bermasalah.
Rangkaian penegakan hukum ini menjadi ujian besar bagi Kejaksaan Negeri Subulussalam dalam menjaga kepercayaan masyarakat, terutama di daerah perbatasan Aceh dan Sumatera Utara yang selama ini kerap luput dari sorotan. Warga kini menanti langkah pasti aparat dalam mengungkap para pihak yang terlibat dan membawa keadilan atas nama kepentingan publik.///@tim Inv.






















