Jakarta – Dunia hari ini dalam Persimpangan Geopolitik dan pertarungan global yang sangat sengit bagaikan panggung sandiwara besar di mana para aktor utama negara-negara adidaya memainkan peran mereka dalam drama geopolitik yang kompleks. Namun, di balik gemerlap panggung tersebut, terdapat kisah-kisah nyata tentang kesehatan, tenaga kerja, buruh migran, dan jaminan sosial yang sering kali terabaikan, ucap Ranny Fahd A Rafiq di Jakarta pada Senin, (19/5/2025).
Anggota DPR RI Fraksi Partai Golkar mengatakan, “Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa dunia akan mengalami kekurangan 10 juta tenaga kesehatan pada tahun 2030. Negara-negara maju, seperti Inggris, semakin bergantung pada tenaga kesehatan dari negara-negara berkembang, termasuk yang masuk dalam daftar “red list” WHO, seperti Nigeria dan Ghana. Hal ini menimbulkan dilema etis, karena negara-negara tersebut juga menghadapi kekurangan tenaga kesehatan di dalam negeri termasuk Indonesia, tuturnya.
Istri dari Fahd A Rafiq mengungkapkan, Di Eropa Selatan Italia berencana merekrut 10.000 perawat dari India untuk mengatasi kekurangan tenaga kerja di sektor kesehatan. Namun, di sisi lain, kebijakan imigrasi yang lebih ketat di Inggris di bawah pemerintahan Keir Starmer menimbulkan kekhawatiran akan krisis tenaga kerja di sektor-sektor vital, seperti perawatan sosial dan kesehatan, ini menjadi cerminan bahwa kekurangan tenaga medis bukan hanya menimpa Indonesia negara negara maju kekurangan tenaga medis, cetusnya
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sementara itu, di Timur Tengah, laporan dari Human Rights Watch dan FairSquare mengungkapkan bahwa puluhan buruh migran tewas akibat kecelakaan kerja yang dapat dicegah di proyek-proyek infrastruktur besar di Arab Saudi, termasuk persiapan Piala Dunia 2034. Kurangnya perlindungan dan transparansi dalam sistem kerja di negara tersebut menjadi sorotan internasional, yang jadi pertanyaan apakah ada buruh migran yang kerja di Arab Saudi terlindungi dengan baik? Tanya Ranny.
Di Indonesia, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan menargetkan 57 juta pekerja terlindungi jaminan sosial pada tahun 2025. Namun, hingga saat ini, baru sekitar 43 juta pekerja yang tercakup, menunjukkan kesenjangan yang signifikan ucap Ranny seraya sedih mendengar Dinamika yang terjadi akan dunia kesehatan Indonesia.
Ranny melihat pengemudi ojek online masih menghadapi risiko tinggi tanpa perlindungan jaminan sosial yang memadai bahwa 85% pengemudi tidak mendapatkan jaminan sosial dari pemberi kerja, karena dianggap sebagai mitra, bukan karyawan. Salah satu tuntutan kepada aplikator yang melanggar regulasi merujuk pada Keputusan Menteri Perhubungan (Kepermenhub) KP 1001 tahun 2022, yang mengatur pedoman perhitungan biaya jasa ojol oleh aplikator.
Dalam regulasi tersebut, aplikator hanya diperbolehkan menetapkan biaya sewa aplikasi kepada pengemudi maksimal 15 persen, dengan tambahan 5 persen untuk biaya kesejahteraan mitra pengemudi, ini kezaliman yang luar biasa, ungkap Ranny.
Di sisi Ranny mengungkap pekerja migran Indonesia untuk kepesertaan dalam program jaminan sosial ketenagakerjaan masih rendah. Data menunjukkan bahwa pada tahun 2022, hanya sekitar 10% pekerja migran yang terdaftar dalam program tersebut, meskipun kontribusi ekonomi mereka melalui remitansi mencapai 9,71 miliar dolar.
Dinamika geopolitik global menuntut respons kebijakan yang adaptif dan berkeadilan. Negara-negara perlu menyeimbangkan kebutuhan tenaga kerja dengan perlindungan hak-hak pekerja, baik di dalam negeri maupun bagi buruh migran. Investasi dalam pelatihan tenaga kerja lokal, reformasi sistem jaminan sosial, dan kerja sama internasional yang transparan menjadi kunci untuk menghadapi tantangan ini, tutup Ranny.
Penulis: A.S.W