Pro Bono:
Keadilan untuk Masyarakat Kecil
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Oleh:
Mardhatillah, S.H., M.H.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Bengkulu
Keadilan sering kali diharapkan sebagai gambaran sistem hukum yang netral, tegas, dan melindungi semua orang tanpa diskriminasi. Namun, kenyataannya di lapangan seringkali tidak seindah teori. Banyak masyarakat di berbagai daerah di Indonesia merasa bahwa keadilan masih jauh dari jangkauan mereka. Akses terhadap keadilan bukan hanya tentang adanya hukum, tetapi juga kemampuan masyarakat untuk mengakses hak-hak hukum secara nyata dan setara. Sayangnya, masalah ini masih menjadi tantangan serius.
Di seluruh Indonesia, banyak warga menghadapi berbagai masalah hukum, seperti sengketa warisan, konflik agraria, kekerasan dalam rumah tangga, hingga kasus pidana ringan. Namun, banyak dari mereka tidak tahu ke mana harus mengadu. Bahkan jika mereka tahu, banyak yang tidak memiliki cukup biaya untuk membayar jasa pengacara. Ketidaktahuan dan keterbatasan ekonomi sering kali menjadi penghalang utama dalam pencarian keadilan. Selain itu, minimnya pengetahuan masyarakat tentang layanan pro bono juga memperparah situasi ini. Banyak orang tidak menyadari bahwa ada bantuan hukum gratis yang tersedia bagi mereka, sehingga mereka memilih untuk menyelesaikan masalah secara informal atau pasrah terhadap ketidakadilan yang mereka hadapi.
Di sinilah layanan hukum pro bono menjadi sangat penting. Pro bono publico berarti “demi kepentingan publik,” dan dalam praktik hukum, ini merujuk pada pemberian bantuan hukum gratis kepada masyarakat yang kurang mampu secara ekonomi. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat mewajibkan setiap advokat untuk memberikan jasa hukum gratis sebagai bagian dari pengabdian profesi, dengan ketentuan teknis yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2008.
Kesadaran terhadap pentingnya pro bono dapat ditumbuhkan melalui peran aktif institusi pendidikan hukum sebagai agen pembentuk nilai dan etika profesi hukum. Melalui klinik hukum, program magang, dan kegiatan pengabdian masyarakat, mahasiswa-mahasiswa pada fakultas hukum dapat dilibatkan langsung dalam membantu masyarakat di bawah bimbingan dosen dan praktisi. Ini adalah kesempatan untuk mengasah keterampilan sekaligus menanamkan nilai empati dan tanggung jawab sosial. Mahasiswa hukum perlu dididik untuk menjadi bukan hanya teknokrat hukum, tetapi juga pejuang keadilan bagi mereka yang terpinggirkan.
Namun, pendidikan saja tidak cukup. Dukungan dari pemerintah pusat dan daerah juga sangat diperlukan. Pemerintah harus aktif menjalin kolaborasi dengan organisasi bantuan hukum dan perguruan tinggi untuk merancang program bantuan hukum terpadu yang menjangkau seluruh daerah, terutama yang rentan terhadap masalah hukum. Banyak wilayah di Indonesia mengalami persoalan pertanahan, status hukum yang tidak jelas, atau minimnya literasi hukum. Pemerintah juga perlu menyediakan anggaran khusus untuk mendukung logistik layanan hukum, seperti transportasi, materai, dan dokumentasi—hal-hal kecil yang sering menjadi penghambat di lapangan.
Organisasi advokat di seluruh Indonesia juga perlu lebih proaktif. Diperlukan sistem pelaporan dan evaluasi yang transparan dalam pelaksanaan pro bono. Penghargaan untuk individu atau lembaga yang konsisten memberikan bantuan hukum gratis bisa menjadi pemacu semangat,
asalkan tidak sekadar formalitas. Kunci keberhasilan adalah komitmen dan pengawasan berkelanjutan, agar layanan pro bono benar-benar menjangkau masyarakat, bukan hanya menjadi kewajiban administratif.
Saya yakin banyak advokat di Indonesia yang memiliki kepedulian dan telah membuktikan bahwa pengabdian tanpa imbalan bukan hal yang mustahil. Beberapa kolega saya secara konsisten menangani kasus masyarakat kecil tanpa meminta bayaran, dan sejumlah klinik hukum di universitas mulai aktif melakukan penyuluhan hukum di berbagai daerah. Ini adalah titik terang di tengah keterbatasan. Namun, untuk menjadikannya kekuatan yang lebih besar, dibutuhkan dorongan dari semua pihak agar inisiatif ini tidak terhenti di tengah jalan.
Keadilan adalah hak fundamental setiap warga negara. Tanpa dukungan nyata untuk membuka akses tersebut, keadilan hanya akan menjadi slogan kosong. Pro bono adalah jembatan agar hukum dapat menjangkau mereka yang selama ini terpinggirkan. Tugas kita bersama—dosen, advokat, mahasiswa, pemerintah, organisasi profesi, dan masyarakat—adalah memastikan jembatan ini dibangun dengan kokoh dan dapat dilalui oleh sebanyak mungkin orang. Karena keadilan sejati seharusnya bukan hanya milik segelintir orang yang mampu membayar, melainkan hak semua manusia, tanpa kecuali.