Subulussalam, Aceh – Sebuah kasus agraria yang menghebohkan tengah mengguncang Subulussalam. Agus Sutijo, seorang pengusaha perkebunan sawit keturunan Tionghoa yang berbasis di Medan, diduga telah merampas lahan seluas 29 hektar milik almarhum Usman, tokoh masyarakat terpandang di kota Subulussalam Kecamatan Longkib. Kasus ini bukan sekadar sengketa lahan biasa, tetapi mencerminkan praktik-praktik manipulatif yang mengancam keberlangsungan hidup masyarakat adat di Aceh.(26/06).
Modus operandi yang digunakan inisial Agus Sutijo diduga sangat sistematis. Awalnya, ia menguasai 9 hektar lahan tanpa kompensasi yang jelas. Setelah tekanan dari keluarga Usman, 11 hektar lahan “dibeli,” namun ekspansi justru berlanjut hingga mencapai 40 hektar, termasuk 29 hektar milik almarhum Usman. Lebih mengejutkan lagi, terdapat dugaan upaya penghapusan patok batas tanah untuk mengaburkan kepemilikan lahan. Patok Pamplek Batas Desa Darul Aman dan Darussalam dihilangkan demi penguasaan lahan invansi perluasan sawit secara tidak sah.
Lucunya koorlap Asran lembong menyatakan ” Sampai hari ini kami belum pernah melihat surat kepemilikan lahan yang di serobot tersebut. Kemudian berganti koorlap baru perusahaan juga tidak mengetahui perihal surat tanda bukti kepemilikan atasnama Agus Sutejo orang tionghoa medan itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Adek kandung dan Keluarga Usman, yang memiliki bukti kepemilikan lahan yang sah, merasa ditipu dan dikalahkan oleh kekuatan ekonomi dan jaringan pengusaha tersebut. Mereka berencana melaporkan kasus ini ke pihak berwajib. Dan tetap akan menguasai lahan Haji Usman tersebut.
Ancaman Monopoli dan Ketimpangan:
Kasus ini menyoroti praktik-praktik yang lebih luas: bagaimana pengusaha besar, Tionghoa seringkali dengan latar belakang etnis tertentu, memanfaatkan kelemahan sistem hukum dan ketidakberdayaan masyarakat adat aceh untuk menguasai lahan secara tidak adil. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan monopoli lahan dan semakin memperparah ketimpangan ekonomi di seluruh wilayah kita Subulussalam dari etnis Tionghoa yang bernafsu menguasai memonopoli lahan masyarakat adat aceh di berbagai wilayah kota Subulussalam.
Tuntutan Keadilan:
Warga Desa Darussalam kecamatan Longkib menuntut keadilan dan berharap pemerintah kota Subulussalam dan aparat penegak hukum dapat bertindak tegas. Mereka mendesak agar kasus ini diusut tuntas dan pelaku dihukum sesuai dengan hukum yang berlaku. Kejadian ini menjadi pengingat pentingnya perlindungan hukum bagi masyarakat adat dan pengawasan yang ketat terhadap praktik-praktik ekspansi lahan yang tidak bertanggung jawab. Kehilangan 29 hektar lahan bukan hanya kerugian ekonomi, tetapi juga simbol dari hilangnya keadilan dan hak-hak masyarakat pribumi. Pertanyaan besarnya adalah: apakah pemerintah akan benar-benar berpihak pada keadilan agraria?//Tin Inv.