Gayo Lues – Keresahan mendalam menyelimuti perangkat desa di Kabupaten Gayo Lues. Hingga pertengahan Juli 2025, tunjangan hidup mereka tak kunjung cair, menciptakan gelombang keluhan yang kian memuncak.
Sorotan tajam kini mengarah ke satu institusi:
Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Kampung (BPMK) Gayo Lues, yang dituding sebagai “biang kerok” utama di balik mandeknya pencairan gaji yang sangat dinanti.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Para kepala desa tak bisa lagi membendung kekesalan. Mereka mengungkap fakta mengejutkan: Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) belum bisa memproses Surat Perintah Membayar (SPM) karena berkas vital belum diserahkan oleh BPMK.
“Kami sudah bolak-balik ke kantor BPMK, tapi jawabannya selalu klise: ‘masih proses input’,” keluh salah satu kepala desa dari Kecamatan Blangkejeren dengan nada putus asa, Selasa (15/07/2025).
“Kalau begini terus, kapan perut perangkat kami bisa terisi? Ini soal hajat hidup!”
BPKD Siap, BPMK ‘Ngadat’?
Kepala BPKD Gayo Lues, H. Sukri, SE., MM, angkat bicara. Ia menegaskan bahwa dana gaji perangkat desa sebetulnya sudah siap dicairkan sejak awal bulan.
Ini membungkam segala spekulasi tentang ketersediaan anggaran. Namun, Sukri menambahkan, “Kami siap mencairkan. Tapi bagaimana bisa dicairkan kalau dokumen pendukung belum ada? Itu tanggung jawab dinas teknis, termasuk BPMK.”
Pernyataan ini secara implisit menempatkan BPMK pada posisi yang sangat disudutkan. Jika dana sudah tersedia dan BPKD siap memproses, lantas apa sebenarnya yang membuat berkas-berkas krusial itu tertahan di meja BPMK?
Bukan Sekadar Teknis, Ini Soal Kelalaian!
Aktivis Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Kabupaten Gayo Lues, M. Purba, SH, tak ragu melontarkan kritik keras.
Menurutnya, persoalan ini bukan sekadar kendala teknis administrasi semata, melainkan cerminan dari ketiadaan keseriusan BPMK dalam menjalankan tugas pendampingan dan pemberdayaan desa.
“Ini bukan soal teknis semata. Ini soal hak masyarakat desa yang diabaikan! Ada apa dengan BPMK? Apakah mereka tidak memahami urgensi gaji bagi perangkat desa?” tegas Purba dengan nada geram.
Pertanyaan ini memicu spekulasi lebih lanjut tentang kemungkinan adanya praktik birokrasi yang lamban, atau bahkan lebih buruk, indikasi kelalaian yang sistematis.
Keterlambatan gaji ini bukan hanya berdampak pada individu perangkat desa, tetapi juga mengganggu stabilitas pemerintahan di tingkat paling bawah. Mereka adalah garda terdepan pelayanan publik di desa. Jika hak-hak dasar mereka diabaikan, bagaimana mungkin roda pembangunan desa dapat berjalan optimal?
Desakan kepada Bupati:
Jangan Biarkan Berulang!
Perangkat desa kini menaruh harapan besar pada intervensi Bupati Gayo Lues. Mereka mendesak agar persoalan ini ditangani secara serius dan tuntas, bukan sekadar respons sporadis yang akan terulang di tahun-tahun berikutnya.
Desakan agar BPMK Gayo Lues segera melakukan perbaikan fundamental dalam sistem kerja mereka dan tidak lagi menjadi penghambat proses yang menyangkut hajat hidup orang banyak, adalah harga mati.
“Kami butuh kepastian, bukan janji-janji kosong. Bupati harus turun tangan dan memastikan BPMK tidak lagi bermain-main dengan kesejahteraan kami!” tuntut seorang kepala desa, mewakili suara ratusan perangkat desa yang kini terkatung-katung menanti hak mereka.
Apakah “proses input” yang misterius ini akan terus menjadi alasan klasik, ataukah Bupati Gayo Lues akan menunjukkan ketegasan untuk membongkar akar masalah di BPMK? Mata publik kini tertuju pada respons pemerintah daerah. [Tim]






















