Subulussalam – Suasana di Kampong Binanga dan Pasar Runding, Kecamatan Rundeng, Jumat (18/7/2025), tampak tak biasa. Kehadiran seorang jaksa yang datang langsung ke tengah-tengah masyarakat desa sempat mengundang tanya. Namun alih-alih membawa surat pemanggilan atau penahanan, jaksa itu justru datang membawa perangkat teknologi dan semangat kolaborasi.
Delfiandi, SH, Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Subulussalam, menjadi sosok utama dalam kunjungan ini. Ia hadir bukan dalam konteks penindakan, melainkan penguatan. Tujuannya jelas: memastikan agar dana desa tak lagi menjadi sasaran penyalahgunaan. Bukan dengan ancaman, tapi lewat edukasi dan digitalisasi.
Lewat program bertajuk “Jaksa Jaga Desa,” Kejaksaan hadir lebih awal dalam proses pembangunan desa. Tidak menunggu hingga masalah muncul, tapi mencegah sejak awal melalui transparansi. Dalam pertemuan bersama para kepala desa, perangkat desa, dan masyarakat yang berlangsung di balai desa setempat, Delfiandi menyampaikan bahwa kehadiran kejaksaan kini tak lagi sekadar untuk menindak, melainkan juga melindungi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Program ini bukan soal menakut-nakuti, tapi soal menyelamatkan. Karena uang desa adalah harapan rakyat,” ucapnya dengan tegas di hadapan peserta yang hadir.
Dalam kegiatan tersebut, Delfiandi mengenalkan aplikasi Jaga Desa, sebuah platform digital yang dirancang untuk memantau dan mengelola anggaran dana desa secara transparan dan real-time. Lewat aplikasi ini, data APBDes, aset desa, LSM, hingga keberadaan warga asing di desa dapat dilihat secara terbuka. Sistem ini juga menyediakan fitur Lapdu (Laporan Pengaduan Masyarakat), yang memungkinkan masyarakat ikut terlibat langsung sebagai pengawas sosial.
Kegiatan sosialisasi ini berlangsung interaktif. Aparatur desa mendapatkan pelatihan teknis mulai dari cara login, mengisi data, hingga membuat laporan. Semua disiapkan dengan modul dan form resmi, lengkap dengan surat perintah pelaksanaan kegiatan. Masyarakat yang hadir tampak antusias, terlebih saat dijelaskan bahwa aplikasi ini juga bertujuan menjaga desa dari ancaman penyimpangan dana yang bisa merugikan banyak pihak.
“Kalau dulu kejaksaan datang setelah kasus mencuat, sekarang kami hadir sebelum ada masalah. Mencegah lebih baik dari menindak,” lanjut Delfiandi, yang disambut anggukan dan tepuk tangan warga.
Kejaksaan Negeri Subulussalam menargetkan sejumlah desa prioritas dalam program ini, termasuk Binanga, Pasar Runding, Lae Pemualen, dan Sibuasan. Bukan dalam rangka penyelidikan, tetapi untuk menanamkan pemahaman bahwa hukum dan perangkat negara hadir untuk mendampingi masyarakat, bukan semata-mata mengadili.
Dalam waktu dekat, kerja sama formal akan ditandai dengan penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara Kejaksaan dan Pemerintah Desa. Proses pendampingan pun akan berlanjut dengan monitoring berkala dan penguatan kapasitas aparatur desa agar makin adaptif terhadap pengelolaan anggaran berbasis digital.
“Saya tidak datang membawa surat penahanan, tapi membawa aplikasi. Supaya desa kuat dan negara nggak goyah,” tutup Delfiandi.
Langkah kejaksaan ini menandai perubahan paradigma penegakan hukum di tingkat akar rumput—dari yang selama ini dianggap menakutkan, menjadi mitra pembina. Bagi masyarakat di Kampong Binanga dan sekitarnya, kedatangan jaksa kini tak lagi identik dengan masalah, melainkan dengan harapan.
(Redaksi Futurenews – teropongbarat.co)