Teropong Barat, 31 Juli 2025 – Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Kemilau Cahaya Bangsa Indonesia (KCBI) wilayah Sumatera Utara dan Aceh kembali menyuarakan keresahan masyarakat di pedesaan. Kali ini, melalui surat resmi bernomor 151/Korwil Sumut-Aceh.LSM KCBI/SAR/VII/2025 tertanggal 28 Juli 2025, mereka menyurati Bupati Karo, meminta perhatian serius terhadap sistem irigasi di Desa Sukatendel, Kecamatan Tiganderket, Kabupaten Karo, Sumatera Utara, yang dinilai tak lagi berfungsi maksimal.
Langkah ini merupakan tindak lanjut dari investigasi lapangan yang dilakukan oleh Tim KCBI Karo bersama warga setempat pada Kamis, 11 Juli 2025. Hasil investigasi menunjukkan bahwa sistem irigasi yang seharusnya menjadi urat nadi pertanian di desa tersebut mengalami banyak kendala teknis, seperti pendangkalan saluran, struktur bangunan yang rusak, serta tidak adanya pemeliharaan berkala dari instansi terkait. Padahal, Desa Sukatendel dikenal sebagai salah satu sentra produksi pangan di wilayah Tiganderket.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ketua Koordinator Wilayah Sumut-Aceh LSM KCBI, Mohammad Rudi Surbakti, melalui sekretarisnya, Lamhot Situmorang, menjelaskan bahwa surat tersebut telah ditembuskan ke sejumlah pihak, termasuk Ketua DPRD Karo, Kepala Bappedalitbang Karo, Kepala Dinas PUTR Karo, dan Kepala Dinas Pertanian Karo. Surat itu juga dikirim dengan sepengetahuan Kepala Desa Sukatendel sebagai bentuk koordinasi dan penghormatan terhadap pemerintahan desa.
“Kami melangkah bukan untuk mendiskreditkan siapa pun. Justru kami hadir sebagai mitra kritis pemerintah, menjalankan amanah konstitusi untuk memastikan pembangunan berjalan adil dan merata,” ujar Lamhot saat ditemui di Sekretariat KCBI, Jalan Letnan Mumah Purba, Kabanjahe, Rabu, 30 Juli 2025.
Ia menegaskan bahwa aksi KCBI berlandaskan pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, khususnya Pasal 21 huruf (f), yang menyatakan bahwa ormas memiliki kewajiban berpartisipasi dalam pencapaian tujuan negara. Dalam konteks ini, memperjuangkan revitalisasi sistem irigasi di desa terpencil menjadi bagian dari kontribusi nyata terhadap program ketahanan pangan nasional yang terus digalakkan pemerintah pusat.
Lamhot juga menyinggung peran Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Sumatera II Medan yang pernah memiliki sejarah keterlibatan dalam pembangunan infrastruktur air di kawasan tersebut. “Kami berharap BBWS tidak melupakan apa yang pernah dibangun bersama warga di masa lalu. Ini bukan soal nostalgia, tetapi soal keberlanjutan pembangunan yang semestinya tak hanya indah di atas kertas,” kata Lamhot.
Sementara itu, warga Desa Sukatendel berharap agar surat yang dilayangkan LSM KCBI tidak hanya dibaca, tetapi ditindaklanjuti dengan langkah nyata. Beberapa petani menyebut bahwa sawah mereka kini hanya bergantung pada air hujan, dan sebagian lahan produktif mulai ditinggalkan karena tidak mendapat pasokan air yang cukup.
“Kalau musim kemarau begini, kami cuma bisa menunggu hujan. Sawah banyak yang dibiarkan kosong karena tidak ada air masuk dari irigasi,” ungkap seorang petani kepada Teropong Barat.
Persoalan sistem irigasi di Sukatendel hanyalah satu dari sekian banyak problem infrastruktur pertanian di kawasan Tanah Karo. Meski pemerintah daerah gencar menggaungkan program ketahanan pangan, kondisi di lapangan masih menyimpan banyak ironi. Kebutuhan dasar petani seperti air, pupuk, dan akses pasar masih menjadi tantangan yang belum terjawab tuntas.
Upaya yang dilakukan KCBI Karo ini menjadi pengingat bahwa suara-suara dari pelosok tidak boleh lagi dikecilkan. Ketika desa-desa seperti Sukatendel mulai kehilangan harapan karena minimnya perhatian, maka ketahanan pangan nasional yang menjadi jargon pemerintah bisa saja runtuh dari akar paling bawah. Dan bila itu terjadi, siapa yang paling bertanggung jawab?