Roni Prima: Kompol DK Seharusnya Dipecat Tidak Hormat

TEROPONG BARAT

- Redaksi

Rabu, 6 Agustus 2025 - 23:48 WIB

4016 views
facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

MEDAN – Praktisi hukum asal Sumatera Utara, Roni Prima, mendesak Kepolisian Republik Indonesia menjatuhkan sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) terhadap Kompol Dedi Kurniawan (DK).

Nama perwira menengah itu kembali mencuat setelah aksi unjuk rasa di Polda Sumut menuntut pemecatannya atas dugaan penyalahgunaan wewenang.

Roni bukan sosok baru dalam kasus yang melibatkan DK. Ia pernah menjadi kuasa hukum korban pemerasan yang diduga dilakukan Kompol DK saat menjabat sebagai Wakapolsek Medan Helvetia pada 2021.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Kasus ini kembali jadi perhatian karena viral. Tapi saya sudah bersentuhan dengan masalah ini sejak empat tahun lalu. Saat itu, klien saya diperas Rp200 juta dan mobilnya, Pajero Sport, ikut dirampas. Dan pelakunya adalah DK,” ujar Roni, Rabu (6/8/2025).

Roni menjelaskan, pelanggaran DK kala itu sudah cukup untuk menjatuhkan sanksi etik berat. Namun, alih-alih diberhentikan, DK justru bertahan dan kini menjabat Kanit I Subdit III Ditresnarkoba Polda Sumut.

“Sudah ada pelanggaran etik berat, bahkan saya sempat bertemu langsung dengan Kadiv Propam saat itu, Irjen Ferdy Sambo. Tapi entah kenapa, DK tidak di-PTDH. Ini yang menjadi tanya besar,” jelas Roni.

Roni menyayangkan lemahnya sikap internal kepolisian dalam menindak tegas anggotanya yang bermasalah. Selain itu, ia menegaskan, pembiaran terhadap pelanggaran seperti ini hanya akan merusak kepercayaan publik.

“Polisi yang baik masih banyak. Tapi kalau satu oknum nakal dibiarkan, yang rusak bukan hanya citra institusi, tapi juga keadilan itu sendiri. Sekarang muncul kasus baru lagi, dan pelakunya orang yang sama. Ini alarm serius bagi Polri,” tegasnya.

Roni mengakui bahwa pada 2021 dirinya tidak membawa kasus ini ke ranah pidana. Fokus utamanya saat itu adalah memastikan hak kliennya dikembalikan.

“Yang saya kejar waktu itu hanya pengembalian uang dan mobil. Dan itu berhasil. Tapi sekarang, saya berharap tidak ada lagi kompromi. Segera PTDH. Jangan pasang badan,” pungkasnya.

Sebelumnya, desakan publik terhadap pemecatan Kompol DK memuncak pada Jumat, 25 Juli 2025. Ratusan warga Tanjungbalai menggelar unjuk rasa di Mapolda Sumut. Mereka menuntut pencopotan DK, yang kini menjabat Kanit I Subdit III Ditresnarkoba.

Pemicu aksi adalah penangkapan Rahmadi, warga Tanjungbalai, yang dituduh memiliki 10 gram sabu-sabu. Ironisnya, Rahmadi membantah kepemilikan itu. Ia menyebut narkoba tersebut diletakkan oleh petugas saat penangkapan yang dilakukan pada Maret 2025.

Tak hanya itu, Rahmadi mengaku dianiaya oleh tim yang dipimpin Kompol DK. Rekaman CCTV yang memperlihatkan tindakan kekerasan itu beredar luas di media sosial dan memicu gelombang kemarahan warga.

Massa, sebagian besar kaum ibu, membawa spanduk bertuliskan desakan agar Presiden Prabowo turun tangan. Mereka menuntut Kapolri segera memberhentikan Kompol DK secara tidak hormat. Dalam aksinya, mereka juga menggelar teatrikal tactical pocong, simbol matinya keadilan.

Dugaan manipulasi barang bukti dalam kasus Rahmadi kini menjadi bola panas. Pengacara Rahmadi, Suhandri Umar Tarigan, menyebut ada pelanggaran serius dalam prosedur penangkapan dan penyitaan barang bukti.

“Kalau benar barang bukti narkoba itu merupakan rekayasa, ini bukan hanya pelanggaran etik, tapi pidana berat. Ini bisa menghancurkan kepercayaan publik terhadap penegak hukum,” ujar Suhandri.

Menanggapi tudingan itu, Kompol Dedi Kurniawan membantah keras. Dalam pernyataan resminya, ia menyebut seluruh proses penangkapan dan penyitaan telah dilakukan sesuai prosedur.

Namun, sorotan publik kini tidak hanya tertuju pada kebenaran prosedur, tapi pada integritas aparat. Jika benar ada rekayasa, maka yang dipertaruhkan bukan hanya nasib seorang warga, melainkan kredibilitas lembaga penegak hukum secara keseluruhan.

Kasus Rahmadi masih berjalan. Tapi satu hal jelas, publik kini tak lagi puas dengan jawaban formal. Mereka ingin kepastian hukum dan keteladanan moral dari institusi yang seharusnya menjaga keadilan. (*)

Berita Terkait

Razia Rutin dan Penertiban Listrik di Rutan Kelas I Medan Dilakukan Dengan Pendekatan Humanis
Tiga Tokoh Sumut Desak KPK Usut Tuntas Kasus Suap 100 DPRD, Singgung Peran Pejabat Eksekutif
Kabid Propam Tak Menjawab, Sidang Tak Digelar, Wartawan Difitnah: Apakah Iptu OS Dilindungi?
Leo Sembiring Diperiksa Ulang di Sidang Sendiri: Ketika Korban Diperlakukan seperti Terdakwa
Ribuan Massa Geruduk Markas Polda Sumut, Desak Pemecatan Kompol DK
Terdakwa Penganiaya Wartawan Cengar-Cengir di Sidang, Majelis Hakim Bungkam
Dari Tidur di Emperan ke Ruang Riset Internasional, Ja’far Hasibuan Buktikan Mimpi Tak Butuh Kemewahan
Korban Tetap Luka, Terdakwa Tertawa: Leo Sembiring Desak Jaksa Tuntut Oscar Sebayang Maksimal

Berita Terkait

Rabu, 6 Agustus 2025 - 22:55 WIB

Razia Rutin dan Penertiban Listrik di Rutan Kelas I Medan Dilakukan Dengan Pendekatan Humanis

Jumat, 1 Agustus 2025 - 00:20 WIB

Tiga Tokoh Sumut Desak KPK Usut Tuntas Kasus Suap 100 DPRD, Singgung Peran Pejabat Eksekutif

Jumat, 25 Juli 2025 - 20:54 WIB

Kabid Propam Tak Menjawab, Sidang Tak Digelar, Wartawan Difitnah: Apakah Iptu OS Dilindungi?

Jumat, 25 Juli 2025 - 20:35 WIB

Leo Sembiring Diperiksa Ulang di Sidang Sendiri: Ketika Korban Diperlakukan seperti Terdakwa

Jumat, 25 Juli 2025 - 15:51 WIB

Ribuan Massa Geruduk Markas Polda Sumut, Desak Pemecatan Kompol DK

Kamis, 24 Juli 2025 - 03:43 WIB

Terdakwa Penganiaya Wartawan Cengar-Cengir di Sidang, Majelis Hakim Bungkam

Selasa, 22 Juli 2025 - 23:07 WIB

Dari Tidur di Emperan ke Ruang Riset Internasional, Ja’far Hasibuan Buktikan Mimpi Tak Butuh Kemewahan

Jumat, 18 Juli 2025 - 10:50 WIB

Korban Tetap Luka, Terdakwa Tertawa: Leo Sembiring Desak Jaksa Tuntut Oscar Sebayang Maksimal

Berita Terbaru