Subulussalam – Hubungan antara PT Pula Sawit Jaya dengan masyarakat di tiga desa di Kecamatan Sultan Daulat kian tampak sebagai pola simbiosis mutualisme yang jarang terlihat pada perusahaan sawit lainnya. Di Dusun Lae Raso dan dua desa penyangga lainnya, perusahaan PKS milik putra daerah Aceh ini tidak hanya beroperasi secara legal, tetapi juga tumbuh berbarengan dengan warga sekitar.
Sejak melangkah sebagai perintis usaha, CEO Teuku Ayoeb Yoesar membangun PKS bukan untuk mengejar profit semata. Sosoknya dikenal bukan pewaris, melainkan pejuang usaha yang jatuh bangun merintis hingga akhirnya berdiri PKS pada 2018. Kini, perusahaan itu menjadi satu-satunya PKS di Subulussalam yang dikelola langsung oleh putra daerah Aceh./(15/11/25).

ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pabrik yang berdiri di atas lahan dua hektar lebih itu disebut sebagai salah satu perusahaan paling patuh regulasi. Seluruh izin dari IMB, UKL-UPL, IUP, hingga izin industri dilaporkan lengkap dan menyesuaikan seluruh regulasi Pemerintah Aceh maupun Pemerintah Pusat.
Kepala DPMPTSP Subulussalam, Lidin Padang, membenarkan bahwa PT Pula Sawit Jaya tercatat dalam registrasi perizinan daerah. Proses awal perizinan yang masih manual sebelum OSS disebut sebagai alasan mengapa beberapa dokumen tidak terekam daring, namun secara administratif semuanya dinyatakan sesuai ketentuan.
Dinas Lingkungan Hidup juga memastikan dokumen UKL-UPL perusahaan tersebut telah selesai dan memenuhi seluruh persyaratan. Dinas Perkebunan menyampaikan hal yang sama, sementara Dinas PUPR menyebut perusahaan terus menuntaskan berkas perizinan bangunan sembari pembangunan fisik berjalan bertahap.
Namun yang membuat perusahaan ini menonjol bukan hanya dokumennya yang beres. Di tiga desa sekitar pabrik, warga merasakan kehadiran perusahaan sebagai mitra, bukan ancaman. Program sosial berupa pembagian sembako—mulai beras, minyak goreng, gula hingga kebutuhan pokok lain—dilakukan secara rutin setiap bulan. Warga menyebut kontribusi itu bukan “bantuan sesekali”, melainkan pola hubungan yang berkelanjutan.
“Ini perusahaan yang hadir, bekerja, dan berbagi. Ada timbal balik yang jelas terlihat,” kata salah satu tokoh pemuda dari Kecamatan Sultan Daulat.
Beberapa ketua dusun bahkan menyatakan bahwa keberadaan pabrik telah membuka lapangan kerja untuk pemuda lokal, mempercepat akses ekonomi kebun rakyat, dan menghadirkan komunikasi dua arah yang jarang dijalankan perusahaan-perusahaan sawit lain di wilayah itu.
Ketua LSM Suara Putra Atjeh, Anton Tinendung, S.Kom, mengatakan PT Pula Sawit Jaya adalah contoh bagaimana perusahaan putra daerah dapat menjadi pembeda. “Mereka taat regulasi, tertib amdal, dan menjalankan tanggung jawab sosial dengan pola saling menguntungkan. Ini yang seharusnya menjadi standar,” ujarnya.
Anton juga menyoroti bahwa masih banyak perusahaan sawit dan perkebunan di Subulussalam yang mengabaikan aturan. Di tengah kondisi itu, PT Pula Sawit Jaya hadir sebagai kontras: perusahaan yang tidak hanya mematuhi Peraturan Menteri LHK Nomor 26 Tahun 2018 dan UU 32 Tahun 2009, tetapi juga menautkan dirinya kepada masyarakat secara langsung.
Warga di tiga desa penyangga menyebut hubungan ini bukan lagi sekadar CSR, tetapi sudah menyerupai kemitraan hidup bersama. Perusahaan tumbuh, warga bergerak, dan roda ekonomi Sultan Daulat ikut berputar.
Dengan pola simbiosis mutualisme inilah PT Pula Sawit Jaya menjadi contoh bahwa perusahaan putra daerah dapat membangun usaha tanpa mengorbankan masyarakat, lingkungan, maupun kepatuhan terhadap hukum.(Tim).






















