Laporan Khusus | Subulussalam, teropongbarat.co. Aroma menyengat menyeruak dari kawasan industri di Desa Namo Buaya, Kecamatan Sultan Daulat, Kota Subulussalam. Warga di Namo Buaya dan Si Pare-Pare yang bermukim di sekitar pabrik pengolahan kelapa sawit milik PT Mitra Sawit Bersama II (PT MSB II) mengaku terganggu dengan bau busuk yang diduga berasal dari limbah cair pabrik tersebut.(30/10/25).
“Biasanya mulai jam lima pagi sampai sore, bau busuk itu datang. Kami sampai pakai masker di rumah, baunya luar biasa menyengat,” ujar salah satu warga yang rumahnya berjarak tak sampai satu kilometer dari pabrik, Kamis (30/10/2025).
Bau yang menusuk hidung itu disebut-sebut berasal dari proses pengolahan limbah cair perusahaan. Tak hanya menimbulkan polusi udara, PT MSB II juga disorot karena diduga belum mengantongi izin lingkungan lengkap, termasuk dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan UKL-UPL yang menjadi syarat mutlak bagi setiap pabrik sawit.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ketua Tim Investigasi Lembaga Penyelamat Lingkungan Hidup Indonesia (LPLHI), Ipong, menyesalkan sikap abai perusahaan terhadap pengelolaan limbahnya.

“Kami minta pemerintah dan aparat penegak hukum segera memanggil pihak PT MSB II. Mereka harus bertanggung jawab atas pencemaran udara dan kejelasan izin mereka,” tegas Ipong.
Sementara itu, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Subulussalam, Lidin Padang, membenarkan bahwa perusahaan tersebut belum memiliki izin lengkap.
“Memang masih ada beberapa perizinan yang belum tuntas, termasuk IMB dan izin lingkungan,” ujar Lidin saat dikonfirmasi.
Namun hingga kini, belum terlihat ada langkah tegas dari aparat penegak hukum. Sejumlah sumber menyebut, PT MSB II diduga memiliki “bekingan” dari pihak berpengaruh di lingkar kekuasaan daerah, sehingga aktivitasnya tetap berjalan tanpa hambatan berarti.
Upaya konfirmasi kepada Humas PT MSB II, Drima Bukit, dilakukan berulang kali melalui pesan WhatsApp dan panggilan telepon, namun hingga berita ini diturunkan belum mendapat tanggapan.
Sementara itu, warga hanya bisa pasrah. Bau busuk yang muncul saban pagi dan menjelang senja kini seolah menjadi simbol ketimpangan antara hukum dan kekuasaan di Subulussalam — warga mencium busuknya pencemaran, tapi aparat tampak tak mencium apa-apa.//@ tim inv.




















































