Pekanbaru — Keberhasilan pelaksanaan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) tahun 2025 di Provinsi Riau yang diklaim oleh sejumlah pejabat Dinas Pendidikan menuai sorotan. Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Aliansi Media Indonesia (DPP-AMI), Ismail Sarlata, meminta Gubernur Riau H Abdul Wahid untuk tidak terburu-buru menerima laporan tersebut sebagai keberhasilan mutlak.
Menurut Ismail, penilaian terhadap sukses tidaknya pelaksanaan SPMB seharusnya tidak hanya bersumber dari laporan internal Dinas Pendidikan, melainkan perlu diuji melalui masukan langsung dari masyarakat dan berbagai elemen yang selama ini aktif mengawasi sektor pendidikan.
“Pak Gubernur jangan dulu berbangga hati atas laporan yang menyatakan SPMB 2025 berhasil. Sebab, laporan tersebut belum tentu akurat dan bisa saja tidak dapat dipertanggungjawabkan. Publik berhak mengetahui kebenarannya secara utuh,” ujar Ismail dalam keterangan tertulis yang diterima, Sabtu (12/7/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
DPP-AMI mencatat sejumlah persoalan dalam proses penerimaan murid baru tahun ini. Salah satunya adalah dugaan pencatutan nama sejumlah pejabat tinggi negara oleh oknum Dinas Pendidikan Riau. Nama-nama seperti Gubernur Riau, Kapolda, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati), Komandan Pangkalan Udara (Danlanud), Komandan Korem (Danrem), dan Komandan Pangkalan Angkatan Laut (Danlanal) disebut-sebut digunakan sebagai rujukan oleh oknum tertentu untuk meloloskan siswa yang tidak terjaring melalui proses resmi.
Informasi yang dihimpun DPP-AMI menunjukkan bahwa siswa-siswa yang disebut dalam ‘rekomendasi’ itu kemudian diakomodasi melalui rekap internal Dinas Pendidikan dan diduga diarahkan masuk ke SMA Negeri 1, 4, dan 8—tiga sekolah favorit di Kota Pekanbaru.
Ismail menilai, praktik semacam ini mencederai semangat keadilan dalam dunia pendidikan. Masyarakat yang telah mengikuti mekanisme resmi melalui jalur SPMB merasa dirugikan karena peluang mereka tergeser oleh intervensi dari luar sistem.
“Hal ini berdampak langsung pada hak masyarakat Riau untuk mendapatkan akses pendidikan di sekolah yang mereka harapkan. Anak-anak mereka yang mengikuti aturan justru kalah oleh praktik-praktik tak transparan,” ucapnya.
Selain itu, DPP-AMI juga mengkritisi kebijakan Dinas Pendidikan Riau yang mengeluarkan surat edaran untuk rasionalisasi dan penambahan kuota siswa. Surat edaran bernomor: 400.3.8.1/Disdik/2.0/2025/9867 itu diterbitkan pada 7-8 Juli 2025 dan ditandatangani oleh Plt Kepala Dinas Pendidikan Riau, H Erisman Yahya, M.H.
Surat tersebut membuka peluang penambahan siswa di luar mekanisme SPMB, yang menurut Ismail, bisa menjadi celah masuknya titipan-titipan tidak resmi yang melanggar prinsip seleksi terbuka.
“Jika surat edaran ini dijadikan alasan untuk memasukkan siswa yang tidak lolos SPMB, maka proses seleksi kehilangan maknanya. Rasionalisasi semestinya dilakukan secara objektif dan terbuka,” katanya.
Ismail meminta agar Gubernur Riau mengambil langkah konkret untuk menjaga marwah pemerintahannya. Ia menilai perlu ada evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan SPMB 2025, termasuk mengklarifikasi dugaan pencatutan nama pejabat tinggi.
Ia juga mendesak agar Gubernur meminta pertanggungjawaban dari Plt Kepala Dinas Pendidikan dan Sekretaris Dinas sebagai pimpinan tertinggi di lembaga tersebut. “Ini bukan soal teknis semata, tetapi menyangkut integritas pemerintahan dan kepercayaan publik terhadap dunia pendidikan,” kata Ismail.
Sejauh ini, belum ada tanggapan resmi dari pihak Dinas Pendidikan Provinsi Riau atas pernyataan DPP-AMI tersebut. Upaya konfirmasi juga belum mendapatkan respons dari pihak-pihak yang namanya disebut dalam dugaan pencatutan tersebut.
Ismail menyatakan, pihaknya akan terus mengawal isu ini agar tidak menguap begitu saja. Ia juga mengajak masyarakat dan orang tua murid untuk bersuara dan menyampaikan pengalaman mereka selama proses penerimaan siswa baru tahun ini.
Sumber : DPP AMI