Aceh Singkil, teropongbarat.co. Tiga dekade janji yang tak kunjung ditepati akhirnya memantik bara. Konflik lahan eks transmigrasi antara masyarakat Desa Srikayu dan Desa Pea Jambu dengan PT Nafasindo kembali mencuat, kali ini dengan nada yang lebih keras. Warga menuding pemerintah daerah lamban, bahkan abai, dalam menyelesaikan persoalan yang sejak awal 1990-an terkatung-katung.
Semua berawal dari perjanjian 1993 dan 1995. Kala itu, lahan masyarakat dipinjam untuk pembibitan sawit. Janjinya, setelah selesai, tanah kembali ke tangan warga. Tapi tiga puluh tahun lewat, janji tinggal janji.
“Ini bukan main-main. Ini tanah kami, hak kami,” kata seorang tokoh Desa Srikayu dengan suara bergetar menahan emosi. Surat sudah berulang kali dikirim ke bupati, gubernur, hingga dinas terkait. Balasannya? Hening.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Bagi warga, diamnya pemerintah hanya menegaskan keberpihakan: korporasi lebih penting ketimbang rakyat. “PT Nafasindo jelas melanggar kewajiban. Tapi pemerintah diam. Apakah karena modal lebih berkuasa dari rakyat?” sindir seorang warga Desa Pea Jambu.

Ketidakpuasan itu kini menjelma ancaman aksi besar-besaran. Warga mengultimatum: jika tak ada kejelasan, kantor PT Nafasindo dan kantor bupati akan mereka duduki. “Ini bukan sekadar protes. Ini perlawanan terhadap ketidakadilan,” tegas perwakilan pemuda Srikayu.
Tokoh adat mengingatkan, bila dibiarkan, bara ini bisa berubah jadi krisis sosial. “Jangan tunggu meledak baru turun tangan. Bupati harus hadir, dengar suara rakyat. Kalau kepercayaan hilang, apa lagi yang tersisa?” ujar pemuka masyarakat Pea Jambu.
Desakan lain muncul: audit transparan dan investigasi hukum terhadap perjanjian awal. Jika ada manipulasi, aparat diminta menindak. “Jangan biarkan hukum mandek demi kepentingan perusahaan,” kata seorang aktivis lokal.
Sengketa ini seakan cermin retak tata kelola agraria di daerah. Janji tak ditepati, suara rakyat tak digubris, pemerintah pasif. Kini, Aceh Singkil berada di persimpangan: berani menegakkan keadilan atau menanggung gelombang ketidakpercayaan yang kian membesar.//@nton tin






















