Subulussalam, teropongbarat.co. Kombatan GAM Kota Subulussalam, Ishak atau yang akrab disapa Gadis, mendesak aparat penegak hukum menyelidiki dugaan penyimpangan pengelolaan Pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang kini disebut menjadi beban fiskal dan menghambat pembangunan daerah. Kepada media, Gadis menyebut cara Pemerintah Kota Subulussalam mengelola pinjaman itu “tidak transparan, tidak tepat sasaran, dan menyimpang dari semangat pemulihan ekonomi.”
Gadis menilai ada indikasi kuat bahwa pinjaman yang semestinya digunakan untuk memulihkan ekonomi pascapandemi justru dialihkan ke kegiatan-kegiatan non-prioritas, termasuk program yang diduga berasal dari pokok pikiran (Pokir) sejumlah politisi periode sebelumnya. “Ini bukan lagi soal kebijakan yang keliru. Ini soal prosedur yang diduga diselewengkan secara terstruktur. Utang ditinggalkan, manfaat tak terasa. Masyarakat menanggung akibatnya,” tegasnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Berdasarkan laporan keuangan yang telah dipublikasi, Pemko Subulussalam menerima pinjaman PEN sekitar Rp108 miliar dengan realisasi sekitar Rp104 miliar. Kewajiban pembayaran bunga mencapai 5–6 persen per tahun. Dalam laporan terbaru, daerah tercatat sudah membayar pokok sekitar Rp24 miliar dan bunga lebih dari Rp6,7 miliar. Meski demikian, sejumlah laporan publik menyebut pemanfaatan dana tersebut tidak memberikan dampak signifikan bagi penguatan ekonomi masyarakat.
Berbagai temuan yang merujuk pada audit BPK juga memperlihatkan kondisi fiskal daerah yang semakin tertekan. Beban keuangan, termasuk defisit, utang belanja, dan kewajiban lainnya disebut melampaui Rp250 miliar. BPK juga menyoroti penggunaan anggaran yang dibatasi peruntukannya sebesar Rp44,4 miliar namun tetap dipakai untuk kegiatan lain. Ada pula temuan pencantuman rencana pinjaman bank Rp172,5 miliar tanpa dasar formal yang dinilai berisiko dan tidak sesuai ketentuan.
Situasi keuangan ini, menurut Gadis, membuat pembangunan praktis tersendat karena ruang fiskal tersedot untuk menutup kewajiban lama. Bahkan dalam Musrenbang terbaru, pemerintah menyebut fokus tahun berikutnya adalah penyelesaian utang, bukan ekspansi program pelayanan publik.
“APH harus memeriksa prosedur pengajuan pinjaman PEN, siapa yang menginisiasi, siapa yang menyetujui, dan ke mana dana itu diarahkan. Ada dugaan penyimpangan yang merugikan rakyat dan keuangan daerah,” ujarnya. Gadis menegaskan bahwa desakan ini bukan bermotif politik, tetapi dorongan moral agar Subulussalam tidak terus terseret dalam lingkaran utang dan pemborosan anggaran. “PEN seharusnya membantu rakyat. Tapi di Subulussalam, rakyat yang justru menanggung akibatnya. Jika betul ada penyimpangan, harus diungkap. Tidak boleh ada yang kebal hukum,” tutupnya.//tim inv. A. Tim.






















