Subulussalam, teropongbarat.co. Di ruang-ruang kantor yang mulai sibuk menjelang lelang Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama (JPTP), satu nama kini tengah menjadi sorotan: Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Subulussalam. Bukan karena kinerjanya yang menonjol, melainkan karena uji kecil namun bermakna besar — ujian kejujuran di hadapan publik.(07/10).
Awalnya, yang datang hanya serangkaian pertanyaan dari wartawan Strateginews.id. Sebanyak tiga belas butir, berisi permintaan data defisit, penjelasan soal utang daerah, dan kejelasan mekanisme pelaporan anggaran. Tapi rupanya, di balik deretan kalimat tanya itu, tersembunyi tes moral: apakah seorang pejabat pengelola keuangan daerah berani bicara terbuka di hadapan publik?
“Ini bukan soal wawancara biasa,” kata Iswandi Dedy, Wakaperwil Aceh Strateginews.id, kepada wartawan, Selasa (7/10/2025). “Pertanyaan itu adalah cermin kecil — apakah pejabat publik punya integritas untuk jujur menjawab, atau memilih bersembunyi di balik meja birokrasi.”
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut Iswandi, wartawan tak sedang mencari sensasi. Mereka menjalankan fungsi pengawasan, sebagaimana dijamin oleh Undang-Undang Pers dan UU Keterbukaan Informasi Publik. “Pejabat publik yang menolak menjawab pertanyaan publik sejatinya sedang menolak akuntabilitas. Dan itu sinyal bahaya bagi publik,” ujarnya tegas.
Sikap Kepala BPKAD yang meminta agar pertanyaan disampaikan secara tertulis — tanpa memberi keterangan langsung — justru memunculkan tafsir yang tak menguntungkan. Di mata banyak pihak, langkah itu menunjukkan sikap defensif, seolah ada yang ingin disembunyikan.
Padahal, substansi pertanyaan bukanlah rahasia negara: defisit, utang, dan kondisi keuangan daerah. Hal-hal yang seharusnya dapat dijelaskan dengan mudah bila pengelolaan dilakukan dengan tertib dan terbuka.
Seorang akademisi kebijakan publik di Subulussalam yang enggan disebut namanya menilai, sikap seperti itu semestinya menjadi catatan penting bagi panitia seleksi JPTP. “Kemampuan komunikasi publik dan keberanian menjawab pertanyaan sulit adalah uji kepemimpinan moral. Kalau di tahap itu saja gagal, bagaimana publik bisa berharap pada kepemimpinan yang transparan?” ujarnya.
Dalam sistem birokrasi yang seringkali lebih sibuk menjaga citra ketimbang membangun kepercayaan, kasus ini menjadi pengingat. Bahwa jabatan bukan semata urusan administrasi, tapi soal keberanian moral di hadapan rakyat.
“Transparansi adalah cermin kejujuran,” tutup Iswandi. “Dan kejujuran adalah syarat pertama bagi siapa pun yang ingin dipercaya rakyat.” tegasnya. //@nton tin