Subulussalam, teropongbarat.co. Pagi di kantor Bappeda Kota Subulussalam itu tampak seperti hari-hari biasa. Beberapa staf lalu-lalang membawa map dan berkas perencanaan. Namun di balik rutinitas yang tampak normal, ada keganjilan yang belakangan ramai diperbincangkan para pegawai: satu nama, tiga jabatan. Mana peran Baperjakat?
Namanya Rajab. Seorang aparatur sipil negara yang kini memegang tiga posisi strategis sekaligus — Pelaksana Harian (Plh) Kepala Bappeda, Kepala Bidang Litbang (jabatan definitif), dan Sekretaris BKPSDM.
Tiga kursi, satu orang.
Isu ini menyeruak dari ruang-ruang kecil ASN, sebelum akhirnya mengalir deras ke publik. “Kami juga bingung, apa memang tak ada orang lain?” ujar seorang staf Bappeda, setengah berbisik, seolah enggan suaranya terdengar sampai lantai dua kantor wali kota.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Rangkap Jabatan dan Sunyi dari Penjelasan.
Data yang dihimpun teropongbarat.com menunjukkan, Rajab memegang jabatan Plh Kepala Bappeda sejak awal tahun. Namun, hingga kini, belum ada pejabat definitif yang ditetapkan.
Sementara di saat bersamaan, Rajab juga masih aktif di dua posisi lain yang tak kalah sibuk.
Menurut aturan Badan Kepegawaian Negara (BKN), penunjukan Pelaksana Harian hanya dimaksudkan untuk mengisi kekosongan jabatan sementara waktu, bukan menjadi status permanen yang berjalan paralel dengan jabatan lain.
Namun di Subulussalam, “sementara” itu tampaknya punya tafsir sendiri.
Kepala BKPSDM Kota Subulussalam, Rano Saraan, yang semestinya menjadi pintu klarifikasi, belum memberikan penjelasan apa pun hingga berita ini diturunkan. Telepon dan pesan yang dikirim redaksi tak berbalas.
Qanun dan Prinsip Tata Kelola yang Dilanggar Sunyi
Padahal, Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2018 secara tegas mengatur soal profesionalitas dan efektivitas penempatan ASN. Seorang pegawai, menurut aturan itu, hanya boleh memegang satu jabatan struktural demi menjaga fokus dan akuntabilitas kinerja.
“Kalau satu orang memegang tiga jabatan, otomatis ada yang dikorbankan. Entah perencanaan yang tak jalan, atau pelayanan publik yang terganggu,” kata M. Idris, pengamat kebijakan publik di Subulussalam.
Siasat, Kekuasaan, dan “Kubu” yang Mengakar
Seorang sumber internal Pemko menyebut, penunjukan Rajab di tiga posisi sekaligus bukan sekadar urusan teknis kepegawaian. Ada aroma siasat di baliknya.
“Ini bukan soal kekosongan jabatan semata. Ini soal siapa yang masih punya pengaruh di dalam,” katanya, mengacu pada kelompok birokrasi tertentu yang disebut-sebut masih kuat mencengkeram formasi pejabat.
Beberapa ASN bahkan menyebut istilah yang mulai bergaung lirih di lorong kantor: ‘kubu Altum’ — merujuk pada kelompok yang dianggap masih berupaya mempertahankan pengaruhnya menjelang rotasi besar-besaran pejabat pada akhir 2025.
“Biasanya, pola rangkap jabatan begini untuk jaga akses dan pengaruh ke kebijakan strategis. Terutama di dinas yang punya anggaran besar,” ungkap seorang aktivis LSM Suara Putra Aceh, yang selama ini aktif menyoroti tata kelola pemerintahan daerah.
Diamnya Wali Kota, Tanda Tanya yang Menggantung
Hingga kini, Wali Kota Subulussalam belum memberi pernyataan resmi. Tak ada konferensi pers, tak ada keterangan tertulis.
Publik menunggu penjelasan: apakah penunjukan Rajab dilakukan atas dasar kebutuhan mendesak, atau justru bentuk pembiaran terhadap pelanggaran administrasi?
Di tengah ketidakjelasan ini, yang muncul justru rasa sinis. Di warung kopi dekat kantor wali kota, isu rangkap jabatan itu menjadi bahan sindiran.
“Kalau bisa tiga jabatan sekalian, kenapa tak sekalian empat?” ujar seorang warga sambil tertawa getir.
Landasan Hukum yang Tak Boleh Diabaikan.
Larangan rangkap jabatan sesungguhnya sudah terang di atas kertas:
UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, Pasal 88 ayat (1)–(2), menegaskan PNS yang diangkat dalam jabatan lain harus diberhentikan sementara dari jabatan sebelumnya.
PP Nomor 47 Tahun 2005, pembaruan dari PP 29/1997, kembali menegaskan: pegawai negeri dilarang menduduki jabatan rangkap kecuali dalam keadaan mendesak dan bersifat sementara dengan izin tertulis.
Namun di Subulussalam, regulasi seolah sekadar lembaran hukum tanpa gigi.
Yang tersisa hanyalah pertanyaan: apakah ini soal kekosongan jabatan — atau kekosongan niat untuk menegakkan aturan?
Reporter: Anton Steven Tin
Editor: Tim Redaksi Investigasi