Aktivitas Galian Tak Berizin di Sekitar Proyek Negara Ancam TNGL, Ditjen KSDAE dan APH Turun Tangan Usut Dugaan Pelanggaran

TEROPONG BARAT

- Redaksi

Minggu, 28 September 2025 - 20:48 WIB

40107 views
facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Blangkejeren – Dugaan pengambilan material timbunan dari kawasan hutan konservasi Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) kembali mencuat. Beberapa titik proyek jalan nasional yang tengah dikerjakan di lintas Kutacane–Blangkejeren, tepatnya di Kecamatan Putri Betung, Kabupaten Gayo Lues, diduga menggunakan pasir, batu, dan tanah yang dikeruk dari dalam wilayah konservasi.

Fakta ini diungkap oleh Bursli, aktivis LSM Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI), Minggu (28/9/2025). Ia menyebut pengerjaan proyek yang dibiayai APBN itu tersebar di sejumlah lokasi, seperti jembatan Begade Empat di Desa Ramung Musara, tembok penahan jalan di Desa Meloak Sepakat, serta tembok penahan di kawasan Titi Maut, Air Panas, Desa Singah Mulo.

“Material diambil langsung dari sekitar proyek tanpa izin resmi. Ini bukan kebetulan atau ketidaksengajaan. Ini eksploitasi yang sistematis, terang-terangan, dan brutal,” ujar Bursli.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Menurut Bursli, tindakan tersebut melanggar sejumlah peraturan penting. Di antaranya, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya yang menyatakan secara tegas bahwa kawasan taman nasional tidak boleh dimanfaatkan untuk kebutuhan komersial, termasuk pengambilan material konstruksi. Pelanggaran terhadap pasal 33 dan 40 dalam UU itu dapat dipidana penjara hingga 10 tahun dan denda hingga Rp200 juta.

Selain itu, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam juga dengan jelas melarang aktivitas perambahan, penggalian, maupun pengangkutan sumber daya alam dari taman nasional tanpa izin.

“Ini adalah kawasan konservasi yang ditetapkan tidak hanya oleh pemerintah Indonesia, tapi juga dunia internasional lewat UNESCO. Mengambil batu dan pasir dari TNGL untuk ditimbunkan ke proyek, sama saja menggerogoti warisan dunia demi proyek jalan,” katanya.

Ditjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) dalam pernyataan sebelumnya sudah mengingatkan bahwa seluruh proyek pembangunan infrastruktur harus mengacu pada Permen LHK Nomor P.8/MENLHK-II/2015 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, yang di dalamnya mengatur larangan pengambilan material atau merusak fungsi ekologis taman nasional demi alasan apa pun.

Bahkan UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup juga menegaskan bahwa setiap kegiatan pembangunan wajib memiliki dokumen AMDAL, termasuk rencana sumber material yang tidak boleh berasal dari wilayah larangan.

“Jika proyek ini resmi dan sah, mengapa bahan material diangkut dari TNGL secara sembunyi-sembunyi? Kenapa tidak dari kuari legal yang berizin? Ini kejahatan lingkungan yang berkamuflase di balik proyek pemerintah,” ujar Bursli.

Balai Besar TNGL disebut telah melakukan patroli berkala dan memantau sejumlah titik rawan perambahan, namun dugaan eksploitasi ini justru terjadi tepat di depan mata proyek jalan nasional.

LSM LAKI mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), serta aparat penegak hukum, untuk tidak tinggal diam. Pemeriksaan terhadap perusahaan kontraktor dan subkontraktornya dinilai wajib dilakukan. Selain itu, pemerintah daerah juga diminta tidak cuci tangan dengan membiarkan pelanggaran berkedok pembangunan terus terjadi.

“Proyek ini pakai duit negara. Tapi bukan berarti bebas merusak kawasan lindung. Kalau negara diam, ini pembiaran. Kalau aparat lamban, ini bukti lemahnya nyali penegakan hukum,” tegasnya.

Kini publik menanti langkah nyata. Ketika proyek dijalankan dengan aturan dilanggar, izin diabaikan, dan konservasi disingkirkan — maka yang tersisa bukan lagi pembangunan, melainkan kehancuran yang dilegalkan. Jika TNGL kembali digerus tanpa konsekuensi, maka dokumen hukum dan status warisan dunia hanya sebatas simbol — kosong, dan tak berdaya. (TIM)

Berita Terkait

Kapolres Gayo Lues Ajak Warga Tidak Takut Razia Selama Patuh Berlalu Lintas
Penegakan Aturan Jalan Raya Diintensifkan, Kapolres Gayo Lues Komandoi Langsung Apel Gelar Pasukan
Wujud Kepedulian, Kapolres Gayo Lues Dorong Pembinaan Mental dan Agama untuk Para Tahanan
Dalam Konferensi Pers, Kapolres Gayo Lues Beberkan Fakta Mengejutkan Kasus Ibu dan Anak Kurir Ganja Menuju Takengon
Dari Gayo Lues, Kepemimpinan AKBP Hyrowo Diakui di Panggung Nasional
Bukan Sekadar Santai: Gema Bangsa Membumikan Politik Elit dengan Istilah ‘Ngobrol Politik’ (Ngopi)
Andi Saragih Dinilai Berkontribusi dalam Gerakan Literasi, Terima Penghargaan dari Pemerintah Daerah
Sinergi TNI-Polri Terwujud dalam Aksi Donor Darah Brimob di Gayo Lues Jelang HUT Brimob ke-80

Berita Terkait

Senin, 17 November 2025 - 19:06 WIB

Polres Aceh Tenggara Gelar Apel Operasi Zebra Seulawah 2025, Fokus Tingkatkan Keselamatan Lalu Lintas

Minggu, 16 November 2025 - 22:17 WIB

LSM Gempita Minta Kejari Aceh Tenggara Transparan dalam Penanganan Kasus Jembatan Silayakh

Minggu, 16 November 2025 - 14:01 WIB

CV. Awak Awai Grup Hadirkan Layanan Sewa Mobil Nyaman & Terpercaya di Aceh Besar

Jumat, 14 November 2025 - 18:06 WIB

Gerak-Gerik Mencurigakan, Dua Pemuda di Aceh Tenggara Ditangkap dengan Barang Bukti Sabu

Selasa, 11 November 2025 - 21:21 WIB

Thayalis dan Mona Fitri Ukir Prestasi di MTQ Aceh ke-37, Aceh Tenggara Tetap Punya Harapan

Selasa, 11 November 2025 - 03:18 WIB

Nilai Kepahlawanan pada Nilai Kehidupan Sehari-hari Teladani Ajak Bupati Agara kutacane pada Hut pahlawan.

Minggu, 9 November 2025 - 20:35 WIB

Senam, Cek Kesehatan, dan Edukasi Hidup Sehat Ramaikan Kegiatan yang Dihadiri Bupati Aceh Tenggara

Minggu, 9 November 2025 - 19:53 WIB

Pemeriksaan Kesehatan Gratis Diminati Warga, UPTD Puskesmas Lawe Dua Gelar Edukasi Langsung

Berita Terbaru